KODEMIMPI - Pemerintah Indonesia menggunakan “diplomasi diam-diam” untuk berbicara dengan semua pihak yang berkonflik di Myanmar dan memacu upaya perdamaian baru di negara yang dilanda kekerasan itu.
Hal itu diungkap oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, dalam konferensi pers pada Jumat (5/5/2023).
Myanmar telah dilanda kerusuhan sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.
Negara itu telah diwarnai dengan penumpasan berdarah oleh junta Myanmar terhadap perbedaan pendapat sehingga memicu kerusuhan sosial dan krisis ekonomi.
Indonesia, yang pada tahun ini menjadi ketua blok Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), berharap untuk memulai rencana lima poin yang disepakati dengan junta Myanmar dua tahun lalu setelah berbagai upaya mediasi untuk mengakhiri kekerasan telah gagal.
“Pada tahap awal keketuaannya, Indonesia memutuskan untuk mengambil pendekatan diplomasi non-megaphone,” kata Retno Marsudi dalam konferensi pers.
“Tujuannya untuk memberikan ruang bagi semua pihak untuk membangun kepercayaan. Diplomasi diam-diam bukan berarti Indonesia tidak berbuat apa-apa,”
Dia mengatakan, diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia sejak awal tahun termasuk 60 pembicaraan dengan semua pihak yang berkonflik yang semoga menjadi modal untuk upaya lebih lanjut guna menyelesaikan krisis.
Pembicaraan itu termasuk dengan pemerintah bayangan Myanmar yang sebagian besar terdiri atas penentang junta yang digulingkan, pemerintah yang ditunjuk militer dan kelompok-kelompok etnis minoritas bersenjata.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa setiap anggota ASEAN telah diberitahu tentang pembicaraan dengan semua pihak.
Komentar Menlu Retno Marsudi itu disampaikan menjelang KTT pertama dari dua pertemuan tahunan para pemimpin ASEAN yang diselenggarakan oleh Indonesia sebagai ketua.
Pertemuan pertama ini akan berlangsung minggu depan di Pulau Flores, di mana junta Myanmar tidak diundang.
Rencana lima poin ASEAN menyerukan diakhirinya kekerasan dan mendorong pembicaraan antara militer dan pemberontak tetapi junta sebagian besar telah mengabaikannya, sehingga negara itu tidak diundang ke KTT tingkat tinggi.
ASEAN, yang dikritik karena kelambanannya dalam mengatasi krisis yang semakin dalam, bulan lalu mengutuk militer atas serangan udara di wilayah Sagaing, Myanmar tengah yang dilaporkan menewaskan puluhan orang.